Sepak Bola dan Sainsnya


Sepak bola yang sejak 11 Juni hingga 11 Juli ini mendominasi wacana masyarakat luas, di Tanah Air dan juga di seluruh dunia, memang puncak dari berbagai minat dan kajian. Soal teknis di lapangan kita serahkan kepada ahlinya. Sementara itu, di luar analisis pertandingan, tidak sedikit yang mengulas bola dari sisi lain.

Lembaga Pengkajian Stratfor, misalnya, selama Piala Dunia 2010 menurunkan analisis geopolitik dari tim-tim yang bertanding.

Kolom Iptek kali ini pun ingin menyoroti sisi sains dari olahraga paling populer sejagat ini, saat empat tim memulai laga semifinal. Seiring dengan itu tebersit pula pertanyaan, apa kira-kira yang harus dipersiapkan—selain manajemen—untuk membentuk tim nasional yang berjaya?

Tak bisa dimungkiri, pemain yang bisa ikut berlaga pada Piala Dunia adalah pemain dari bibit paling unggul dari setiap negara yang maju ke 32 besar. Di antara pemain 32 skuad tersebut juga kemudian ada yang moncer, seperti Asamoah Gyan dari Ghana atau Miroslav Klose dari Jerman. Di luar performa yang lebih unggul itu, semua pemain tentu telah menjalani latihan yang sangat berat.

Tentang latihan dan penyiapan pemain ini, di kalangan ilmu kesehatan olahraga sudah banyak dilakukan kajian, bahkan ada ilmuwan yang melakukan kajian spesifik bertema soccer science. Ini memperlihatkan bahwa sepak bola juga ada sainsnya.

Salah satu contohnya adalah apa yang pernah dimuat dalam British Journal of Sport Medicine.Dalam penelitian dipelajari secara ilmiah apa hubungan antara kekuatan maksimal setengah jongkok dan performa lari cepat (sprint) dan ketinggian lompat vertikal. Penelitian yang melibatkan 17 pemain dunia memperlihatkan hubungan di atas. Dalam kesimpulan disebutkan arahan agar pemain sepak bola memberi fokus pada pengembangan latihan yang bisa menambah performa lari cepat dan melompat.

Pada penelitian lain yang dilakukan J Hoff dan rekan di jurnal yang sama diselidiki latihan ketahanan aerobik spesifik dan pengaruhnya pada pemain sepak bola. Ada enam pemain bola dari divisi utama yang sudah terlatih baik ambil bagian dalam penelitian ini. Dalam penelitian diteliti kaitan lama waktu latihan yang ideal guna meningkatkan kapasitas aerobik pemain. Mereka coba menemukan bagaimana latihan bisa efektif meningkatkan asupan oksigen maksimal, misalnya ketika detak jantung mencapai 90-95 persen dari detak maksimal.

Ada kaitan positif antara kapasitas aerobik maksimal, kekuatan fisik, dan hasil pertandingan. Melalui penelitian juga bisa diketahui tingkat asupan oksigen antara pemain tengah dan pemain belakang.

Contoh-contoh di atas sekadar memperlihatkan, di era persaingan yang makin sengit, karena level persaingan semakin tinggi, mau tidak mau diperlukan kajian ilmiah untuk mendapatkan informasi lebih akurat tentang karakter dan fungsi tubuh yang akan mendukung pemain di lapangan.

Sains sepak bola

Dalam kaitan ini, buku Science and Soccer yang disunting Thomas Reilly dan A Mark Williams bisa memberikan gambaran umum tentang cakupan sains dalam sepak bola. Pada Bagian Pertama dibahas tentang biologi dan sepak bola, di mana pembaca diperkenalkan pada soal anatomi tubuh yang berperan penting dalam olahraga ini. Kemudian di Bagian Kedua dibahas soal biomekanik. Judul itu menyiratkan bagaimana tendangan pemain bisa begitu keras, atau bisa begitu jitu mengarah ke gawang lawan.

Untuk yang terakhir itu, orang bisa mengaitkannya dengan kecerdasan kinestetik mengikuti ide kecerdasan majemuk (multiple intelligences) seperti dikemukakan Howard Gardner. Dengan menggabungkan kecerdasan kinestetik dan pengetahuan biomekanik, kita bisa lebih mengerti kelebihan seorang pemain dibandingkan pemain lainnya.

Yang menarik, buku Science and Soccer juga mengupas sisi perilaku sehingga para pelatih pun bisa memahami sifat-sifat pemain yang dilatih, bagaimana mengembangkan keterampilan pemain di lapangan.

Segi lain yang juga masuk dalam domain sepak bola adalah analisis pertandingan yang menjadi topik Bagian Keempat. Menariknya adalah munculnya teknologi informasi yang semakin menjadi parameter dalam menganalisis pertandingan.

Meminjam ucapan McLuhan tentang media, dan teknologi yang memperkuat atau meluaskan manusia (the extension of men), di bidang olahraga—termasuk sepak bola—penerapan sains dan teknologi berfungsi sama, yakni untuk pertama memahami segi-segi biologi pemain, dan mengolahnya untuk menjadi pemain andal.

Menjelang berlangsungnya Olimpiade Beijing dua tahun silam, majalah ilmiah populer sepertiPopular Science atau Discovery menurunkan laporan utama bertema "Olympics Science". Sekali lagi hal itu menegaskan bahwa berbagai cabang olahraga mendapatkan dukungan dari kemajuan sains dan teknologi.

Dalam cabang sepak bola, penerapan sains mendahului penerimaan sains olahraga di lingkungan akademis. Di tahun 1970-an, klub-klub sepak bola di Amerika Latin sudah memanfaatkan ahli-ahli di bidang psikologi, nutrisi, dan fisiologi (ilmu faal) ketika menyiapkan skuad menghadapi pertandingan internasional penting. Meskipun Eropa Barat saat itu kalah cepat dalam mengadopsi sains sebagai pendukung, pada dekade 1980-an pengelola klub sepak bola umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi mengandalkan semata pada metode pembinaan tradisional. Para pelatih dan pembina sepak bola semakin terbuka menerima masukan ilmiah untuk meningkatkan keunggulan pemain.

Dalam pengantar buku, Thomas Reilly dan Mark Williams menulis, klub yang mau berubah mengikuti perkembangan zaman mendulang sukses lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang enggan berubah.

Dalam kaitan inilah cita-cita mereformasi sepak bola Indonesia ada baiknya juga menyertakan aspek ilmiah dan kemajuan iptek setelah terlebih dahulu mereformasi manajemennya.

Comments