"Kapan Kawin?" Dan Pertanyaan Mengganggu Lainnya

"Kapan kawin?" "Kok enggak hamil-hamil, sih?" Huh... kenapa sih semua orang menanyakan hal yang itu-itu saja? Tidakkah mereka bisa membuat pertanyaan yang lebih kreatif, supaya tidak membuat Anda resah?

Pertanyaan seperti ini bukan hanya datang dari keluarga besar Anda, tetapi juga teman-teman yang satu-persatu menikah dan memiliki anak. Karena dalam tradisi kita, siklus hidup "normal" memang seperti itu: sekolah, kuliah, menikah, dan punya anak. Jadi ketika Anda memiliki siklus hidup yang berbeda, Anda dianggap tidak normal.

Anda tidak perlu merespons pertanyaan ini dengan serius. "Sadari bahwa seringkali mereka yang bertanya seperti itu sebenarnya tidak bermaksud menyinggung Anda," kata Julie Hanks, LCSW, direktur klinis dari Wasatch Family Therapy di Salt Lake City, Utah. “Yang kerap terjadi, mereka bertanya hanya karena mereka peduli pada Anda, dan ingin tahu kabar Anda."

Meskipun demikian, tak perlu disangkal bahwa tekanan dalam bentuk pertanyaan semacam ini juga datang dari kebutuhan orang untuk membenarkan keputusan mereka. Jika seorang teman menikah, mereka juga mendesak Anda untuk segera menikah. “Orang ingin memastikan bahwa yang mereka lakukan itu benar, dan jika Anda melakukannya, itu memvalidasi pilihan mereka," ungkap Mark Sharp, PhD, psikolog klinis di Aiki Relationship Institute di Oakbrook, Illinois.

Toh, ketika Anda terus diberondong pertanyaan macam ini, bisa dimaklumi kalau Anda lama-lama jadi kesal. Namun, akan lebih baik bila Anda mencoba menjawab pertanyaan mereka dengan lebih lugas. Berikut contohnya:

Pertanyaan: "Kapan kawin?"
Pertanyaan ini tidak hanya akan menjengkelkan Anda yang belum punya pacar. Pasangan yang sudah lama berpacaran pun, akan kesal jika berulangkali mendapatkan pertanyaan yang sama. Bagaimanapun juga, pasti ada alasan tertentu mengapa ada pasangan yang tidak segera menikah. Bila masalahnya adalah perbedaan keyakinan, misalnya, pertanyaan seperti ini hanya akan membuat kita frustrasi.

Cara mengatasi:
Cara terbaik untuk "melawan" pertanyaan ini adalah dengan humor, demikian saran Hannah Seligson, penulis buku A Little Bit Married. Misalnya, "Aku sedang mencari pria beruntung yang bisa menikah sama aku."

Bila tekanan tersebut datang dari keluarga dekat, seperti orangtua, Anda bisa bersikap lebih lunak dan lebih jujur. Namun, jangan memberikan jawaban yang diinginkan mereka. Katakan, "Aku tahu Ibu ingin aku bahagia, tapi aku dan Ben masih ada masalah yang harus kami selesaikan bersama. Jadi, tolong Ibu jangan menanyakannya terus-menerus."

Bila mungkin, kata Seligson, menghindarlah dari tekanan akibat pertanyaan tersebut. Tekanan itu bisa membahayakan hubungan Anda, jika malah membuat Anda memikirkan kembali apakah Anda memang ingin menikah dengan pria pilihan Anda. Kadang-kadang, pertanyaan dari orang yang memiliki hubungan dekat dengan Anda (bisa teman, kakak, atau adik), membuat Anda berpikir lebih matang. Apakah saya harus mempertahankan hubungan meskipun pasangan tidak akan pernah mengubah perilaku buruknya? Apakah saya bisa menoleransi perilakunya? Gunakan tekanan dari teman-teman ini untuk memulai pembicaraan dengan pasangan.

Pertanyaan: "Gimana, udah hamil, belum?"
Atau dalam bentuk lain: "Anakmu sudah berapa sekarang?" atau "Ngapain sih, ditunda-tunda?". Pertanyaan bisa dimaklumi bila teman memang tidak tahu bagaimana kondisi Anda sekarang. Tetapi lain halnya dengan teman atau keluarga yang terus mendesak, hanya karena mereka menganggap bila sudah menikah seharusnya sudah momong anak. Pertanyaan seperti ini bukannya melegakan hati, namun malah akan menyakitkan buat Anda, yang karena berbagai sebab belum dikaruniai buah hati.

Namun, dalam budaya kita dimana menunjukkan perhatian lalu diartikan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang sifatnya pribadi, seringkali kita tak bisa menghindar. Tak ada gunanya kesal, karena selama budaya tersebut ada, Anda akan selalu menerimanya. Rasanya memang mengganggu sekali, apalagi jika Anda sudah melakukan berbagai upaya untuk memprogram kehamilan tetapi tidak juga membuahkan hasil. Begitu pula yang dirasakan oleh beberapa pasangan yang memang sepakat untuk tidak memiliki anak.

Cara mengatasi:
Jika Anda memang merasa terganggu dengan pertanyaan ini, apalagi yang bertanya tidak punya hubungan dekat dengan Anda, berikan jawaban sekenanya seperti, "Hm... dalam 16 bulan, 14 hari, dan 9 jam." Namun bila pertanyaan ini datang dari orangtua Anda, yang memang sangat mengharapkan kehadiran cucu, ajaklah mereka untuk berbicara dari hati ke hati. Hanks menyarankan untuk mengatakan, "Aku tahu ayah ingin segera menimang cucu, tapi itu bukan satu-satunya alasan untuk mempunyai anak. Aku janji, begitu aku hamil, ayah orang pertama yang akan kuberitahu!"

Pertanyaan: "Lagi hamil kok masih kerja?"
Pertanyaan ini bisa saja dilontarkan oleh orang-orang yang masih terikat dengan budaya tertentu, dimana perempuan seharusnya tinggal di rumah untuk merawat suami dan anak. "Perempuan biasa menerima segala macam tekanan dari orang-orang di sekitarnya, yang membuat asumsi sendiri," ujar Hanks. Ketika Anda tidak setuju dengan asumsi atau nilai-nilai yang mereka anut, akhirnya Anda akan merasa dihakimi.

Cara mengatasi:
Anda mungkin akan berpikir, "Kalau enggak kerja, anakku mau dikasih makan apa?" Tetapi jawaban seperti ini malah akan menimbulkan diskusi panjang-lebar dengan orang yang memang memiliki pola pikir berbeda dengan Anda. Seringkali, tekanan itu datang dari perempuan lain yang sudah membuat keputusan sendiri, dan ingin agar Anda meniru apa yang dilakukannya. Kalau sudah begini, jawaban terbaik yang bisa Anda berikan adalah, "Kayaknya enggak usah dibahas deh, kita kan memang punya pendapat berbeda tentang masalah ini. Enggak ada yang benar atau salah di sini."

Comments