Kilas Balik Rivalitas Arsenal VS Manchester United

Pertandingan Manchester United vs Arsenal pada hari Selasa (pukul 03.00 WIB) 14 Desember 2010, nanti adalah pertemuan antara Ferguson dan Wenger yang ke-43 di segala ajang. Angka tersebut adalah testamen terhadap ketahanan keduanya, di tengah sebuah liga yang terus mengundang banyak investor baru, banyak dana, dan poin yang kontrover...sial, yaitu banyaknya campur tangan terhadap kerja seorang manajer klub. Keduanya adalah rival, legenda, serta 2 manajer tradisional yang tersisa di liga persepakbolaan teratas di Inggris Raya.

Liga Premier Inggris memang telah berubah banyak sejak Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger masing-masing melakukan debut mereka sebagai pelatih Manchester United dan Arsenal.

Bagaimana tidak?

Perkembangan teknologi komunikasi telah berperan dalam menghadirkan atmosfir keseruan kick & rush berkualitas premium ke layar kaca di seluruh dunia. Dilengkapi dengan kampanye pemasaran global para klub BPL, serta upaya branding yang brillian dari manajemen Liga Inggris, BPL telah menjadi sebuah komoditas global. Kenyataan ini mengundang insting niaga para investor berkantong tebal dari segala penjuru.

Datanglah seorang konglomerat minyak Yahudi asal Rusia, dua koboi kelimpungan yang hobinya berselisih pendapat, serta Sheik-Sheik Emirat yang nampaknya tidak akan pernah kehabisan fulus.

Sosok-sosok ini, selain sejumlah karakter berwarna lainnya telah membuat peta persaingan di BPL makin seru untuk diikuti. Meningkatnya daya beli klub-klub akibat suntikan modal segar para pemilik baru membuat pemain-pemain terbaik dapat ditarik ke klub-klub di negeri sang Ratu, untuk beradu tulang kering di liga sepakbola terseru di dunia.

Tapi dibalik segala high-gain, selalu ada high-risk. Ketatnya persaingan, membuat yang menang semakin di atas, dan yang kalah semakin bawah. Seorang investor yang telah mengeluarkan hartanya dalam jumlah yang tidak sedikit seringkali ingin mengais untung dalam waktu yang relatif cepat. Ketika hal itu tidak terjadi, maka solusi yang dicari seringkali merupakan solusi yang paling cepat, bukan yang akurat. Saatnya bagi para pemilik untuk intervensi.

"Beli pemain yang itu!" "Pecat pak pelatih!" adalah sedikit dari campur tangan yang biasa dilancarkan pemilik baru, ketika kemenangan yang diharapkan tidak kunjung tiba.

Tapi pertanyaannya adalah, Who are they, and what do they know of football?

Pepatah "Roma tidak dibangun dalam sehari" berlaku dalam dunia sepakbola, setidaknya bagi Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger, dua manajer tersukses yang paling lama bernaung di BPL, dua serigala tua yang tidak mengenal waktu, dua manajer model tradisional yang tersisa di BPL. Dan keduanya adalah orang yang mengerti sepakbola.

Dibalik segala rivalitas dan permusuhan selama bertahun-tahun, keduanya memiliki kesamaan, yaitu selain sukses, keduanya memiliki kendali penuh atas klubnya masing-masing sebagai tim sepakbola. Dan walaupun keduanya tidak langsung meraih prestasi secara instan ketika bergabung sebagai pelatih masing-masing klub, hasilnya bisa dilihat sekarang, Manchester United dan Arsenal menjadi salah satu klub-klub sepakbola terbesar di dunia.

Apakah mereka akan berhasil apabila tidak menikmati posisi otonom tersebut?

Jawabannya adalah tidak. Kesuksesan kedua klub terbesar sejak Liga Inggris diubah namanya menjadi Liga Premier terletak pada tangan dingin keduanya dalam memanfaatkan posisi bebas tersebut.

Tim-tim bermateri juara dibangun dari nol, pemain-pemain terbaik didatangkan & dikembangkan (catat: bukan sekedar termahal), strategi dan taktik terjitu diterapkan dalam tiap pertandingan, dan poin krusial berupa ditanamkannya kepercayaan serta kekuatan mental ditancapkan.

Di era BPL masa kini, dimana berkembang posisi football director, yang seringkali menjadi boneka owner dalam mengintervensi urusan pembelian-penjualan pemain serta aktivitas persepakbolaan lainnya di dalam sebuah klub, Sir Alex dan Arsene dipercaya oleh masing-masing klub tempat mereka bernaung untuk tetap mengurus skuad yang bermain secara penuh, tanpa campur tangan.

Strictly football, strictly business.

Mari kita tengok Sir Alex Ferguson terlebih dahulu. Sosok yang tanpa ragu bisa dikatakan sebagai manager tersukses dalam persepakbolaan Britannia Raya ini telah menghadirkan puluhan trofi dalam lebih dari 24 tahun kepengurusannya, mungkin cukup untuk mengisi 2-3 kabinet di ruang-ruang galeri Old Trafford.

Roma Tidak Dibangun Dalam Sehari.

Sejarah menunjukkan bahwa Sir Alex tidak meraih gelar apapun pada 3 tahun pertama. Posisinya sudah di ujung tanduk, desakan agar dirinya dipecat sudah bergema. Singkat kata, apabila sekuens tersebut terjadi pada dekade 2000an, dirinya sudah didepak dari kapan tahun.

Akan tetapi, beruntung bagi Fergie, dan lebih lagi, beruntung bagi Manchester United, Piala FA Musim 1989/1990 berhasil diboyong dengan mengalahkan Crystal Palace 1-0 melalui partai replai. Fergie pun bertahan, dan fajar era keemasan United mulai menyingsing

Silverware tersebut pada akhirnya hanyalah yang pertama dari banyak. Tahun 1990an menandai sebuah pergeseran besar dalam kiblat persepakbolaan di Inggris; dominasi Liverpool digantikan oleh dominasi Manchester United. Pembelian Ferguson yang paling berpengaruh disini jelas merupakan akuisisi Eric "The King" Cantona dari musuh bebuyutan Leeds United. Dan pembelian ini terbukti tepat.

Sangat tepat.

Di bawah kejeniusan Cantona, United berhasil merengkuh gelar Liga Premier (baru berubah nama) yang pertama. Piala demi piala menyusul ke belahan merah kota Manchester, tidak menyisakan spot kosong bagi debu untuk hinggap dalam lemari penghargaan di Old Trafford.

Memasuki tahun 1995 malah, Fergie membuat keputusan yang rasanya sulit dipercaya akal dalam era BPL masa kini. Pemain-pemain besar macam Paul Ince, Mark Hughes, dan Andrei Kanchelskis dilepas begitu saja. Penggantinya? Neville bersaudara, Nicky Butt, Paul Scholes, dan seorang David Beckham muda. Sambut Fergie's Fledgelings.

Ketika Manchester United kalah 1-3 dalam pertandingan pembuka musim melawan Aston Villa, cibiran pun datang, dengan salah satu kutipan yang paling legendaris dari mulut mantan bek Liverpool Alan Hansen, "You can't win anything with kids" ujar kolosus asal Skotlandia tersebut.

Namun, pada akhir musim, terjawablah kenapa orang Skotlandia yang lebih tua menjadi pelatih tersukses di Britania Raya, dan kenapa orang Skotlandia yang lebih muda hanya menjadi pengamat di BBC: Bermodal Fergie's Fledgelings dan kembalinya Raja Cantona dari skors, pada akhir musim United kembali berada di puncak setelah mengatasi perlawanan sengit Newcastle United. Perlu dicatat pula bahwa, andil Fergie tidak sekedar berpengaruh pada performa pemainnya di lapangan hijau, tetapi dalam mengacaukan psikologis pesaingnya. Sir Alex membuktikan kemahirannya dalam melakukan perang urat saraf, ketika arsitek Newcastle kala itu, Kevin Keegan emosinya meledak dalam sebuah wawancara dengan media.

Musim 1995/1996 tersebut bisa dilihat sebagai bukti konkrit nilai seorang Alex Ferguson bagi United, yang tidak sekedar bisa dinilai dengan nominal uang saja. Dengan dirinya sebagai manajer yang memegang setir kapal United secara penuh, performa pemain-pemain United prima, taktik dan strategi permainannya jitu, pemain yang dibeli tepat guna, dan pemain yang dijual, merupakan yang sudah tidak berguna. Belum lagi kepiawaiannya dalam berdiri di front terdepan untuk melawan oposisi dengan segala cara. Priceless.

United terus berprestasi hingga akhir dekade, dengan oposisi utama sang serigala tua yang satunya, yaitu Arsene Wenger dan pasukan gudang peluru-nya. Puncak pencapaiannya jelas gelar Treble pada tahun 1999, sebuah hallmark yang luar biasa; mengawinkan Piala Liga Premier, FA Cup, dan Piala Champions.

Periode tahun 2003-2006 sempat menunjukkan grafik menurun bagi Fergie & United, dan desakan untuk pensiun mulai muncul dari berbagai penjuru. Tetapi untungnya petinggi United tidak tertipu nada-nada mereka yang, maaf, tidak mengerti sepakbola. Tiada intervensi, hanya ada kepercayaan penuh kepada Sir Alex.

Kesabaran itu pun terbayar, ketika Fergie sukses kembali membangun tim yang berpusat pada bintang-bintang macam Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney. Dari 2007-2009, piala BPL selalu berujung di tangan United. Tambahkan kesuksesan Fergie di pentas Liga Champions dan Kejuaraan Klub Dunia pada tahun 2008, United sempat tanpa gugat menjadi tim terbaik di dunia.

Tidak ada yang bisa berdebat dengan Fergie di United, pemain-pemain yang membangkang pun dipaksa angkat kaki. Dan dirinya juga masih manusia yang bisa kesalahan (contoh: Djemba-Djemba, Kleberson).

Hanya saja tidak ada yang bisa mendebatkan pula fakta bahwa Fergie-lah sosok yang paling integral bagi kesuksesan United, dan dalam kekuasaannya, dibalik semua kesalahannya, pencapaiannya selalu berbicara lebih banyak.

Lain Ferguson, Lain Arsene Wenger. Tapi tentunya keduanya sama dalam kadar kendalinya atas segala urusan yang menyangkut sepakbola.

Monsieur Wenger, yang terkenal dengan julukan The Professor, datang ke kepulauan Inggris pada tahun ke-10 kepelatihan Fergie dan dengan cepat memposisikan dirinya sebagai rival utama Fergie dan skuad United. Prestasi Wenger jelas masih kalah dalam kuantitas apabila dibandingkan dengan Ferguson, tetapi nilai plus Wenger adalah keberhasilannya merevolusi total kultur sepakbola Arsenal serta kemampuannya mengendus talenta dengan harga yang demikian rendahnya di bursa transfer pemain.

Arsenal yang sebelumnya dikenal sebagai tim yang membosankan dan mengandalkan solidnya pertahanan berubah menjadi salah satu tim paling atraktif di Eropa. Pemain-pemain yang sempat tidak bersinar macam Denis Bergkamp dan Patrick Vieira dikombinasikan dengan bintang-bintang muda macam Nicolas Anelka dan wajah-wajah lama di belakang seperti Tony Adams dan Steve Bould. Hasil perdananya? Dominasi United ternoda ketika Arsenal merebut gelar liga domestik dan FA Cup pada musim 1997/1998, pesta gelar ganda di Highbury.

Peran Wenger dalam memutarbalikkan kultur sepakbola di Arsenal tidak hanya nampak di lapangan hijau. Karir kuartet lini belakangnya yang dikenal sebagai "The Famous Four" diperpanjang berkat diet ketat yang diperkenalkan Wenger kepada seluruh pemainnya. Wenger juga dikenal punya andil terhadap renovasi pusat latihan Arsenal, serta desain stadium Emirates yang menjadi markas baru Arsenal sejak 2006.

Bila Ferguson biasanya 'mengusir' pemain dikala sudah berkonflik dengan dirinya, Wenger 'mengusir' pemain apabila sudah terlalu tua (30 ke atas), atau menuntut terlalu banyak (Flamini, Hleb, Anelka). Dan sebuah hal yang biasa menjadi justifikasi keputusan Wenger dalam menyingkirkan pemain-pemain tertentu adalah kelanjutan karir mereka di klub baru mereka. Sambut Flamini yang asik menjadi benchwarmer di San Siro, dan Hleb yang bahkan sudah berpulang ke klub lamanya sebelum dibeli Arsenal, yaitu Stuttgart. Dan dia sekarang di birmingham.

Dengan kebebasannya untuk mengontrol klubnya tidak sekedar di lapangan tersebut, Wenger kembali mencetak double-double pada musim 2001/2002, sebelum kemudian mencatat prestasi yang luar biasa dengan kembali meraih gelar domestik pada musim 2003/2004 tanpa sekalipun kalah!

They were called The Invincibles.

Paska masa keemasan tersebut, memang prestasi Arsenal melorot hingga musim ini. Tapi sekali lagi perlu diingat,

Roma Tidak Dibangun Dalam Sehari.

Dikala semua tim besar asik menggelontorkan uang dalam satuan puluhan juta pounds tiap musimnya untuk membeli tim terbaik, Wenger mengendus talenta-talenta muda yang siap dibentuk menjadi world-beater tiap musimnya. Dari ketiadaan muncul nama-nama Cesc Fabregas, yang mungkin merupakan gelandang tengah terbaik dunia untuk saat ini, Gael Clichy, Robin Van Persie, Aaron Ramsey, dan kini harapan besar masa depan sepakbolan Inggris, Jack Wilshere.

Mungkin lemari piala di Emirates mulai berdebu, tapi semua tanda mengindikasikan bahwa di masa depan, skuad bintang muda yang telah diracik Arsene Wenger siap mendominasi persepakbolaan Eropa dengan permainan cepat nan indah mereka. Hanya di Arsenal-lah, sesorang seperti Arsene Wenger-lah yang bisa menantang logika perekonomian pasar jual-beli pemain dengan otonomi penuhnya.

Menilik torehan prestasi luar biasa keduanya, momen Sir Alex Ferguson dan kesebelasan United yang paling sukses di BPL berjibaku dengan Arsene Wenger dan kesebelasan Arsenal yang paling atraktif di Inggris untuk ke-43 kalinya pada pertandingan lanjutan BPL pada hari Selasa (pukul 03.00 WIB), 14 Desember 2010 di Old Traford, seolah sebuah selebrasi.

Perayaan panjang umur, perayaan kesuksesan...

Dua rival, dua legenda, dan... Dua manajer tradisional terakhir di BPL.

Liga Premier Inggris memang telah berubah banyak sejak Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger masing-masing melakukan debut mereka sebagai pelatih Manchester United dan Arsenal.

Comments