Sebuah buku berjudul "Super Performance" karangan John Eliot, PH.D. Suatu bacaan yang cukup menarik, mengajarkan bahwa kita tidak akan pernah unggul jika berpikir dan bertindak normal, berarti kita harus berpikir dan bertindak abnormal.
Salah satu bahasan yang menarik dibuku itu adalah tentang berpikir seperti tupai, atau disebut "Trusting Mindset". yaitu adalah suatu pola pikir yang pendek dan spontan. Seperti yang dikatakan John Eliot PH.D. menggunakan otak anda adalah saran yang bodoh. Yogi Berra yang memenangkan 10 kejuaraan dunia baseball, dalam usaha jerih payahnya tidak pernah memikirkan apa-apa. ia hanya memikirkan "Aku harus menang." ia hanya melihat sasaran targetnya, membidik ke sasaran itu, tanpa pikir panjang, langsung menarik pelatuknya tanpa memikirkan kena atau tidak. itulah yang disebut Trusting Mindset
Menurut anda bagaimana para pemusik yang ikut dalam konser resital meraih performa-nya yang paling baik? Dengan mempersiapkannya dengan baik-baik sekali? Selama konser berlangsung, mereka tidaklah memikirkan apa-apa. Yang mereka pikirkan hanya bermain sebaik mungkin sampai lagunya habis, lalu mendapatkan tepuk tangan dari para penonton, konser ditutup, dan selesai.
Mereka yang meraih prestasi-prestasi besar dan diatas normal terfokus pada tujuan akhir secara total, tanpa meragukan kemampuan dirinya sendiri, ataupun hal-hal lain. Mereka hanya tetap tenang, dan terus melaju dengan percaya diri. Para superstar membiarkannya begitu saja, mereka tampil secara spontan dan natural. Tidak peduli konsekuensi yang akan terjadi, mereka hanya membiarkannya mengalir begitu saja.
Seandainya anda terjebak di tengah-tengah hutan yang gelap gulita dan anda mencari jalan keluarnya, apakah yang anda lakukan? Membuat kompas? mencari bekal persediaan makan? khawatir akan binatang-binatang buas? dan pikiran-pikiran mengganggu lainnya? Bukankah itu hanya tambah menyesatkan anda? Yang anda perlukan di situasi itu hanyalah suatu kepercayaan... bahwa ada jalan keluar tepat di depan anda.
Jika seandainya saya ingin meminjam ponsel anda yang sangat mahal, dan jarak antara saya dan anda dibatasi dengan jurang. Anda akan melemparkan ponsel anda yang mahal itu ke saya, tentu anda bisa bisa melakukannya bukan? Jika saya meminta anda melemparkan ponsel anda yang mahal itu tanpa instruksi atau nasihat apa2 seperti "hati-hati melemparnya" atau "lemparlah pelan-pelan" saya yakin ponsel itu akan sampai di tangan saya secara selamat dan tidak terjadi apa-apa. Anda pasti dapat melemparkan ke arah saya dengan sangat baik dan tepat.
Secara psikologis, jika saya tidak memberi instruksi apa-apa, saya berarti mempercayai kemampuan anda melemparkan ponsel itu ke arah saya, dan andapun akan percaya, bahwa kemampuan melempar anda itu baik. Tetapi, jika saya memberi instruksi secara detail, sama saja saya meragukan kemampuan anda melempar ponsel itu, dan anda akan ikut-ikutan meragukan kemampuan anda melempar. Hal ini banyak berkaitan dengan "Law of Attraction" (bagi yang pernah membaca/menonton The Secret pasti tahu)
Pikirkan saja 2 koki dan 1 manajer, yang satu koki yang tidak berbakat tetapi handal, dan yang satu koki yang berbakat, tetapi masih amatir, dan anda berperan sebagai manajer. Anda belum mengetahui bakat memasak masing-masing koki. Anda menyuruh kedua koki tersebut memasak makanan yang cukup sulit. Kedua koki tersebut sudah menguasai cara memasak makanan tersebut. Maka anda akan menyuruh koki yang handal tersebut tanpa instruksi, karena anda sudah MEMPERCAYAI koki handal tersebut, dan sebaliknya, pada koki yang amatir tetapi berbakat, anda memberi instruksi-instruksi dan memo-memo yang membebani pikiran sang koki amatir tersebut. Menurut anda, mana yang hasilnya lebih baik? Tentu koki yang handal dan tidak berbakat. Padahal, bila anda MEMPERCAYAI kemampuan sang koki amatir, koki tersebut dapat lebih baik hasilnya daripada koki handal, karena ia lebih berbakat dan keduanya sama-sama menguasai cara memasak makanan tersebut.
Saya memiliki sahabat, yang mengajarkan saya peribahasa "Just do it no matter what going to happens." Lakukan saja, biarkan terjadi, tanpa memikirkan hasilnya. Sahabat saya itu mengajarkan ini kepada saya dengan tujuan agar saya bisa lebih santai berinteraksi dengan seseorang. Tentu saja bila anda mengobrol dengan kerabat/teman/orang lain, anda lebih menilai bahwa seseorang yang spontan dan tidak berbelit-belit adalah orang yang enak diajak bicara. Mereka mengobrol dengan santai, melepaskan semuanya, mengatakan apa adanya. Begitulah sifat orang-orang extravertive, mereka berbicara sangat luwes dan mudah bergaul.
Menurut John Eliot Ph.D. lawan dari "Trusting Mindset" adalah "Training Mindset", yaitu adalah kebalikan dari Trusting Mindset. Anda ada diatas ketinggian 150 meter dan akan melintasi jembatan kecil yang terbuat dari sebatang bambu, anda berpikir "Ini Gila, Saya tidak mungkin dapat melakukannya. Bambunya terlalu kecil, Tingginya terlalu tinggi, Saya bisa mati, Bukan saatnya pamer keberanian" dan pikiran-pikiran lainnya, sebaliknya, tupai langsung menyebranginya tanpa memikirkan apa-apa. Otak anda mengkalkulasi segala sesuatu, tentang berat, arah angin, ketinggian, kerusakan yang dialami bila jatuh, dan lain-lain. Kemudian anda melatih diri anda dengan sangat keras agar dapat melewati jembatan itu. Itulah Training Mindset.
Menurut John Eliot Ph.D., inilah tabel perbedaan antara Trusting Mindset dan Training Mindset
Training Mindset
- Pikiran Aktif
- Menilai
- Analitis
- Ilmiah
- Menginginkan Sekarang Juga
- Senang membuat perhitungan
- Berusaha Keras
- Kritis
- Memiliki Tujuan
- Mengendalikan
Trusting Mindset
- Pikiran Kosong
- Menerima
- Naluriah
- Artistik
- Sabar
- Senang memberikan reaksi
- Iseng
- Tenang
- Ritmis
- Membiarkan terjadi begitu saja
Ini juga terjadi pada saya dan teman-teman saya
Saya dibilang memiliki bakat menggambar yang cukup tinggi, saya menyadarinya, tetapi saya jarang menerapkannya. Kadang saya menggambar bila saya bosan atau tidak ada kerjaan. Selama ini saya lihat hasil-hasil gambar saya waktu saya bosan dan tidak ada kerjaan, jauh lebih baik dibanding gambar-gambar saya waktu saya memang niat untuk menggambar. Teman teman saya menyuruh saya untuk menggambarkan ulang gambar-gambar saya waktu saya bosan dan tidak ada kerjaan, tetapi saya tidak dapat melakukannya lagi.
Teman saya waktu menjalani tes IQ, melihat kertas berkuran sangat besar dipenuhi angka-angka yang sangat memusingkan. Di Kertas itu tertulis beberapa baris angka secara vertikal dan anda harus menuliskan jumlah dari angka-angka tersebut disamping celah antara kedua angka yang dijumlahkan. Ia mengerjakannya secara konsentrasi, dan ia sulit mendapatkan angka-angka yang dijumlahkan. Karena sudah malas dan pusing, ia mengerjakannya asal-asalan dan hanya berfokus pada angka-angkanya, ajaibnya, ia malah dapat mengerjakannya dengan cukup baik. Hal yang serupa terjadi pada saya waktu tes IQ tersebut.
Buku "Super Performance" karangan John Eliot Ph.D. ini yang mengubah keinginan saya dari ingin memasuki jurusan IPA ke jurusan IPS.
Sumber:http://dunia-panas.blogspot.com/2010/03/trusting-mindset-berpikir-seperti-tupai.html
Comments
Post a Comment