Saat gempa besar dengan magnitudo 8,8 mengguncang Chile di Februari lalu, Pacific Tsunami Warning Center di Hawaii langsung memberi aba-aba bahaya ke seluruh cincin Pasifik.
Tanpa adanya cara untuk mengetahui berapa besar gelombang samudera yang akan terbentuk, para geofisikawan tidak punya pilihan lain kecuali bersiap-siap menghadapi hal yang terburuk.
Dengan tujuan untuk melakukan persiapan yang lebih baik, Toni Song, peneliti dari NASA membangun sistem prediksi tsunami yang lebih akurat menggunakan hasil data GPS. Sistem buatannya sudah terbukti berhasil dalam melakukan pendeteksian pada beberapa kejadian terakhir.
Seperti dikutip dari Discovermagazine, 20 Desember 2010, teknik yang digunakan Song untuk memprediksi secara tepat skala gelombang tsunami yang akan datang adalah melacak pergerakan di tanah. Yang dipantau adalah berapa banyak air yang telah bergeser di dasar samudera, dan setelah itu mengukur kisaran energi yang akan dimiliki gelombang itu.
Ketika gempa bumi Chile terjadi, sistem milik Song menunjukkan patahan di bawah laut telah turun sekitar 3 meter. Penurunan patahan ini cukup berpotensi untuk menghasilkan tsunami dengan ketinggian beberapa meter.
Akan tetapi, Song kemudian mengkombinasikannya dengan data pergerakan air lewat GPS dan menghasilkan angka 4,8 dari skala 10. Prediksinya benar, tsunami yang hadir di Chile tidak terlalu mempengaruhi kawasan lain.
Tak lama berselang, pihak terkait dari India, Italia, Portugal, Taiwan dan lain-lain menghubungi Song untuk mendapatkan informasi lebih lanjut seputar sistem prediksi yang ia buat. Target Song adalah, menempatkan satu receiver GPS di setiap 12 mil pesisir pantai untuk melacak kekuatan tsunami yang akan muncul.
“GPS menambahkan dimensi baru, sebuah gambaran yang lebih lengkap dan dalam waktu yang sangat cepat,” kata Song. “Kita tidak hanya dapat menyebutkan apakah akan ada tsunami, tetapi juga bisa menginformasikan berapa dahsyat tsunami itu,” ucapnya.
Comments
Post a Comment